Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru
yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan
mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor
produksi yang utama. Konsep ini biasanya akan didukung dengan
keberadaan industri kreatif
John
Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Howkins menjelaskan
ekonomi kreatif sebagai "kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal
yang rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini, menghasilkan ide merupakan
hal yang harus dilakukan untuk kemajuan.
Dalam cetak biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015,
ekonomi kreatif didefinisikan sebagai "Era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi
industri, dan ekonomi
informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan
mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor
produksi utama dalam kegiatan ekonominya."[5]
Ekonomi
Kreatif dan Industri Kreatif di Indonesia mulai sering diperbincangkan
kira-kira di awal tahun 2006. Dari pihak pemerintah sendiri, melalui menteri
perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 meluncurkan program Indonesia
Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, suatu program pemerintah
yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dipasar
domestik maupun ekspor.
Program ini terus bergulir dengan
dicanangkannya tahun 2009 (Inpres No.6/2009) sebagai Tahun Indonesia Kreatif
oleh Presiden SBY yang ditandai dengan penyelenggaraan pameran virus kreatif -
mencakup 14 sub-sektor industri kreatif - dan pameran pangan nusa 2009 mencakup
kreativitas industri pangan Indonesia oleh UKM. Secara serentak dimulai pula
Pembuatan PORTAL Ekonomi Kreatif Indonesia, pembuatan data eksportir, importir,
para pengusaha, kalangan asosiasi dan para pelaku industri kreatif serta
lembaga pendidikan formal/non-formal berikut pembuatan cetak biru ”Rencana
Pengembangan Industri Kreatif Nasional 2025”.
Dimuat pula rencana pengembangan 14
sub-sektor industri kreatif tahun 2009-2015 (Inpres No. 6 Tahun 2009) yang
mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015. Prioritas
pada periode tahun 2009-2014 mencakup 7 kelompok industri kreatif, yaitu
Arsitektur, Fesyen, Kerajinan, Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Periklanan,
Permainan Interaktif serta Riset dan Pengembangan.
Ditandaskan pula oleh ahli ekonomi Paul Romer
(1993), bahwa ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari
objek yang sering ditekankan di kebanyakan model dan sistem ekonomi. Di dunia
yang mengalami keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar, yang juga
diiringi oleh jutaan ide-ide kecil telah menjadikan ekonomi tetap tumbuh secara
dinamis.
Lingkup
kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek. Departemen
Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam
ekonomi kreatif, yaitu :
1)
Periklanan (advertising)
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
jasa periklanan, yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu.
Meliputi proses kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang
dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media
periklanan luar ruang, produksi material periklanan, promosi dan kampanye
relasi publik. Selain itu, tampilan periklanan di media cetak (surat kabar dan
majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan
gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan media reklame sejenis
lainnya, distribusi dan delivery advertising materials or samples, serta
penyewaan kolom untuk iklan;
2)
Arsitektur:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
desain bangunan secara menyeluruh, baik dari level makro (town planning, urban
design, landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi).
Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi,
konservasi bangunan warisan sejarah, pengawasan konstruksi, perencanaan kota,
konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa
mekanika dan elektrikal;
3)
Pasar Barang
Seni
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika
seni dan sejarah yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan
internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan
film;
4)
Kerajinan
(craft):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga
pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya.
Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat
alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga,
perunggu dan besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk
kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan
produksi massal);
5)
Desain:
kegiatan kreatif yang terkait dengan
kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri,
konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan
dan jasa pengepakan;
6)
Fesyen (fashion)
kegiatan kreatif yang terkait dengan
kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya,
produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut
distribusi produk fesyen;
7)
Video, Film dan
Fotografi:
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa
fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya
penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi atau
festival film;
8)
Permainan
Interaktif (game):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi
permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi.
Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata
tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9)
Musik: kegiatan
kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan, reproduksi,
dan distribusi dari rekaman suara;
10)Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan
kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukkan.
Misalnya, pertunjukkan wayang, balet, tarian tradisional, tarian kontemporer,
drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain dan
pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung, dan tata pencahayaan;
11)Penerbitan dan Percetakan: kegiatan
kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal,
koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan
pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang
kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi, saham dan surat berharga
lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga
mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir,
poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk
rekaman mikro film;
12)Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan
kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan
jasa komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan
piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur
piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain
portal termasuk perawatannya;
13)Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan
kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara
televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya),
penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station
relay (pemancar) siaran radio dan televisi;
14)Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan
kreatif terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan
teknologi, serta mengambil manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut
guna perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat
baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Termasuk yang berkaitan dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan
bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015
menyebutkan beberapa alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di
Indonesia, antara lain :
1. Memberikan
kontibusi ekonomi yang signifikan
2. Menciptakan
iklimbisnis yang positif
3. Membangun citra
dan identitas bangsa
4. Berbasis kepada sumber daya yang terbarukan
5. Menciptakan
inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa
6. Memberikan dampak sosial yang positif
Salah
satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif
yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi,
dan juga berdampak para citra suatu kawasan tersebut.
Untuk mengembangkan kegiatan wisata, daerah tujuan
wisata setidaknya harus memiliki komponen-komponen sebagai berikut (UNESCO,
2009) :
1. Obyek/atraksi dan
daya tarik wisata
2. Transportasi dan
infrastruktur
3. Akomodasi (tempat
menginap)
4. Usaha makanan dan
minuman
5. Jasa pendukung lainnya (hal-hal yang mendukung
kelancaran berwisata misalnya biro perjalanan yang mengatur perjalanan
wisatawan, penjualan cindera mata, informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank,
sarana penukaran uang, internet, wartel, tempat penjualan pulsa, salon, dll)
Ekonomi
kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat
saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata
dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see,
something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Something to
see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait
dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to buy terkait
dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai memorabilia pribadi
wisatawan.
Strategi
pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dirumuskan sebagai
berikut (Barringer) :
1.
Meningkatkan peran seni dan budaya pariwisata
2.
Memperkuat keberadaan kluster-kluster industri kreatif
3.
Mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif
4.
Melakukan pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif.
5.
Mengembangkan pendekatan regional, yaitu membangun jaringan antar
kluster-kluster industri kreatif.
6.
Mengidentifikasi kepemimpinan (leadership) untuk menjaga keberlangsungan dari
ekonomi kreatif, termasuk dengan melibatkan unsur birokrasi sebagai bagian dari
leadership dan facilitator.
7.
Membangun dan memperluas jaringan di seluruh sektor
8.
Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi, termasuk mensosialisasikan
kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan wisata
kepada pengrajin. Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi
pengembangan ekonomi kreatif, ataupun pajak ekspor jika diperlukan.
Tantangan
Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata
Ooi (2006), mengindentifikasi sejumlah tantangan
pengembangan sebagai berikut :
1. Kualitas produk.
Dengan
bertumpu pada pengembangan wisata, maka produk ekonomi kreatif akan lebih
berorientasi pada selera wisatawan dan diproduksi dalam jumlah yang cukup
banyak sebagai souvenir. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya keunikan ataupun
nilai khas dari produk hasil ekonomi kreatif tersebut.
2.
Konflik sosial terkait dengan isu komersialisasi dan komodifikasi.
Pengembangan
ekonomi kreatif melalui wisata dapat ”mengkomersialisasikan” ruang-ruang sosial
dan kehidupan sosial untuk dipertontonan pada wisatawan sebagai atraksi wisata.
Bila tidak dikelola dengan melibatkan komunitas lokal, hal ini dapat berkembang
menjadi konflik sosial, karena di beberapa komunitas terdpat ruang-ruang sosial
yang bersifat suci dan tidak untuk dipertontonkan pada wisatawan.
3.
Manajemen ekonomi kreatif.
Ekonomi
kreatif seringkali menyajikan produk-produk yang berbau isu politik ataupun isu
sosial yang sangat sensitif (misal : rasialisme). Untuk mengatasi hal ini,
dibutuhkan manajemen ekonomi kreatif yang baik, dengan salah satu fungsinya
menentukan ”guideline” ekonomi kreatif mana yang harus dikembangkan dan mana
yang sebaiknya tidak dikembangkan.
Dengan demikian, ekonomi kreatif merupakan
pengembangan konsep yang berlandaskan sumber aset kreatif yang telah berfungsi
secara signifikan meningkatkan pertumbuhan potensi ekonomi. Di Indonesia
sendiri, PDB industri kreatif menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha
utama yang ada. PDB industri kreatif saat ini masih didominasi oleh kelompok
fesyen, kerajinan, periklanan, desain, animasi, film, video dan fotografi,
musik, serta permainan interaktif. Agaknya Indonesia perlu terus mengembangkan
industri kreatif dengan alasan bahwa industri kreatif telah memberikan
kontribusi ekonomi yang signifikan. Selain itu, industri kreatif menciptakan
iklim bisnis yang positif dan membangun citra serta identitas bangsa. Di pihak
lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan
inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta
memberikan dampak sosial yang positif. Maka agar pengembangan ekonomi kreatif
ini menjadi optimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, pengembangannya
perlu dilakukan secara sistemik yang memungkinkan dapat dilakukan kajian dan
evaluasi secara terpadu, terarah dan terukur.
Semakin jelas bahwa hubungan antara
ekonomi kreatif dengan industri kreatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan
ekonomi yang mencakup industri dengan kreativitas sumber daya manusia sebagai
aset utamanya untuk menciptakan nilai tambah ekonomi. Dalam era ekonomi
kreatif, telah tumbuh kekuatan ide yang fenomenal, dimana sebagian besar tenaga
kerja kini berada pada sektor jasa atau menghasilkan produk abstrak, seperti
data, software, berita, hiburan, periklanan, dan lain-lain.
Sumber:
Barringer, Richard, et.al., (tidak ada tahun). “The
Creative Economy in Maine: Measurement & Analysis”, The Southern Maine
Review, University of Southern Maine
Christopherson, Susan (2004). “Creative Economy
Strategies For Small and Medium Size Cities: Options for New York State”,
Quality Communities Marketing and Economics Workshop, Albany New York, April
20, 2004
Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008).
“Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan Ekonomi
Kreatif Indonesia 2009 – 2025”
Evans, Graeme L (2009). “From Cultural Quarters to
Creative Clusters – Creative Spaces in The New City Economy”
Kanazawa City Tourism Association, 2010, “Trip to
Kanazawa, City of Crafts 2010 Dates: Jan. 1 - March 31, 2010,” accessed on May
12, 2010 from
http://www.kanazawa-tourism.com/eng/campaign/images/VJY_winter.pdf
Ooi, Can-Seng (2006). ”Tourism and the Creative
Economy in Singapore”
Pangestu, Mari Elka (2008). “Pengembangan Ekonomi
Kreatif Indonesia 2025”, disampaikan dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi
Kreatif 2009-2015 yang diselenggarakan pada Pekan Produk Budaya Indonesia 2008,
JCC, 4 -8 Juni 2008
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Purworejo,
(1996)
Salman, Duygu (2010). “Rethinking of Cities,
Culture and Tourism within a Creative Perspective” sebuah editorial dari PASOS,
Vol. 8(3) Special Issue 2010-06-16
Sumantra, I Made (tidak ada tahun). ”Peluang Emas
Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif”
Syahra, Rusydi (2000). “Pengelolaan Sumber Daya
Manusia Pendukung Produksi Produk Kerajinan Sebagai Daya Saing Dalam Menghadapi
Persaingan”, makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Kerajinan 2000,
Balai Sidang, Jakarta
UNDP (2008). “Creative Economy Report 2008”
UNESCO (2009). Pamduan Dasar Pelaksanaan
Ekowisata
Warta Ekspor (2009) edisi April 2009, didownload
dari http://www.nafed.go.id/docs/warta_ekspor/file/Warta_Ekspor_2009_04.pdf
Yoeti, Oka A. (1985). Pengantar Ilmu Pariwisata,
Bandung: Angkasa
Yozcu, Özen Kırant dan İçöz, Orhan
(2010). “A Model Proposal on the Use of Creative Tourism Experiences in
Congress Tourism and the Congress Marketing Mix”, PASOS, Vol. 8(3)
Special Issue 2010
http://arifh.blogdetik.com/ekonomi-kreatif/
Sumber:
https://succesed.wordpress.com/ekonomi-kreatif/
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_kreatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar